Jakarta | Anggota Komisi X DPR RI, Putra Nababan, mengkritik kampus-kampus yang menaikkan biaya uang kuliah tunggal (UKT) untuk menambah pemasukan. Menurut Putra, meningkatkan pemasukan kampus dengan cara memberi beban tambahan kepada mahasiswa adalah cara ketinggalan zaman atau jadul.
Putra mengatakan seharusnya kampus-kampus saat ini sudah punya cara baru untuk mencari dana. Khususnya, kata dia, setelah adanya perguruan tinggi negeri yang berstatus badan hukum atau PTNBH.
"Nah tentunya kita ingin agar pihak rektorat juga, terutama yang PTNBH, agar tidak membebankan seluruh pemasukan untuk universitasnya itu hanya dari UKT," kata Putra dalam rapat dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 21 Mei 2024. Dia menilai seharusnya PTNBH punya kemampuan untuk mencari dana dari jalan lain karena sudah berbadan hukum.
Dalam PTNBH, Putra menilai seorang rektor berperan seperti chief executive officer atau CEO. Putra menyampaikan bahwa sang rektor punya kewenangan untuk mencari aliran pemasukan baru atau new revenue stream sebagai pimpinan PTNBH.
Putra lantas meminta jajaran pimpinan di kampus PTNBH untuk dievaluasi jika masih mencari tambahan pemasukan dari biaya pendidikan. "Kalau cara-caranya masih jadul seperti ini, menurut saya pihak rektoratnya mesti dievaluasi," ucap politikus PDI Perjuangan itu.
Di samping itu, Putra juga menyoroti Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang dianggap menjadi alasan kenaikan biaya kuliah akhir-akhir ini. Menurut dia, aturan yang dikeluarkan Mendikbudristek Nadiem Makarim awal tahun ini itu dijadikan dalih oleh kampus-kampus untuk menaikkan besaran UKT.
Adapun mengenai kisruh kenaikan UKT, sejumlah pengamat pendidikan menilai hal tersebut memang disebabkan oleh kombinasi kebijakan PTNBH dan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024. Dosen Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan mengatakan kebijakan PTNBH justru berdampak pada kampus yang menaikkan pendapatannya karena subsidi negara berkurang.
Dia menjelaskan, subsidi biaya di PTNBH hanya sekitar 30 persen. "Artinya, kampus punya beban banyak menaikkan pendapatan untuk menjalankan kegiatan operasional, pengembangan institusi, dan sebagainya," kata dia, Selasa, 14 Mei 2024. "Kampus butuh banyak uang lantaran tidak bisa mengupayakan selain menaikkan UKT mahasiswa."
Edi menilai kampus ataupun mahasiswa sama-sama korban dari kebijakan tersebut. Dia menyatakan sudah menduga suatu saat kebijakan semacam ini akan banyak diprotes, seperti kenaikan UKT yang tinggi. "Arah kebijakan PTNBH itu menggali dana dari sumber mana saja. Adapun kampus itu sasaran tembaknya pasti mahasiswa," tuturnya.
Source: Tempo
0 Komentar